May 1, 2015

Fenomena Unik Seorang Guru

Menurut G.J. Nieuwenhuis bahwa “Suatu bangsa tidak akan maju , sebelum ada diantara bangsa itu segolongan guru yang berkorban untuk keperluan bangsa.” Oleh Karena itu maka saya menulis sebuat artikel yang khusus menyinggung persoalan guru dalam konteks pendidikan karakter. Saya melihat bahwa sesungguhnya guru dapat memainkan peran yang sangat strategis dalam usaha mulia membangun karakter yang sedang digagas oleh pemerintah yaitu Indonesia Emas 2045.


Memperbaiki bangsa tanpa memberikan perhatian besar kepad persoalan guru adalah sesuatu yang pelik. Bagaimana pun , guru adalah ujung tombak pendidikan . Sementara pendidikan adalah satu – satunya jalan yang dapat mengantarkan manusia menuju puncak peradaban. Ketika guru tidak menjalankan perannya dengan baik, maka proses pendidikan tidak berjalan dengan efektif,  dengan demikian tujuan pendidikan pun tidak akan tercapai. Ketika pendidikan gagal mencapai tujuannya , dengan sendirinya manusia juga gagal menjadi lebih baik. Sebab tujuan pendidikan adalah membentuk manusia yang baik dalam seluruh aspeknya.

Murid adalah generasi masa depan bangsa, mereka yang menentukan nasib suatu bangsa . Malangnya mereka kerap kali mengalami nasib buruk. Di banyak rumah , para tokoh kehidupan masa depan itu sering kali diperlakukan dengan kasar, hak-haknya diabaikan, pendapatnya diremehkan, dan hampir dibuat tidak berdaya oleh dua raksasa bernama ayah dan ibu.

Tragisnya lagi , nasib mereka di sekolah kadang tidak lebih baik, bahkan mungkin lebih buruk daripada di rumah. Mereka di sekap seharian di dalam ruangan persegi empat bernama kelas, dipaksa duduk manis di belakang meja yang memenjarakan, menatap kosong pada seonggok kertas berjilid bernama buku pelajaran yang berisi sekumpulan tulisan membosankan dan harus mendengarkan dengan bosan celoteh dari mulut berbusa yang seolah tahu segalanya. Kalau dirumah mereka berhadapan dengan dua raksasa pemarah , di dalam ruang persegi empat itu nasib mereka bisa lebih mengerikan lagi. Di ruang persegi empat tersebut kadang – kadang mereka harus berhadapan dengan monster yang mengerikan yaitu GURU.

Anak polos itu tak pernah mengerti, monster kadang lebih pemarah daripada kedua raksasanya di rumah. Mereka tidak pernah sempat bertanya , apakah kemarahan itu sesunggunya merupakan setumpukan masalah yang di bawa dari rumahnya atau karena tidak cinta di dalam hatinya, ataukah jangan-jangan  monster itu memang tidak punya hati karena tidak mengenal kata ampun. Begitu kelas mulai ribut, hantaman penggaris di papan tulis mulai terdengar  menggelegar. Bahkan kadang – kadang penggaris kecil tanpa ampun dipunggung hingga meninggalkan luka . Selain pemarah monster itu  juga sangat angkuh dan sombong, menganggap dirinya sangat paling tahu. Mereka menganggap murida itu adalah hanyalah gelas kosong yang selalu diisi dengan air pengetahuan. 

Dengan demikian diantara anak didik berpendapat bukan pujian mereka terima melainkan umpatan
Perlu diketahui tidak semua guru adalah monster yang pemarah, angkuh kejam dan tak berhati. Selalu ada guru yang menjalankan perannya yang teramat mulia  sebagai penggilan jiwa untuk mengisi hidup dengan kebaikan dan kebermanfaatan . Mereka mendidik dengan cinta dan kasih sayang, sehingga kelak terlahir manusia – manusia yang hatinya di penuhi oleh cinta dan jiwanya merindukan kebahagian hidup tidak saja bagi dirinya, melainkan juga bagi sesamanya

Yang Tak kalah mengejutkan , tingkat kehadiran kehadiran guru tidak seberapa. Artinya penyakit mental mulai di tularkan ke guru lain secara tidak langsung. Jadi saya berpikir murid yang ada di kelas  kepergok membolos bukan karena malas belajar tetapi karena tidak ada yang mengajar di kelas. Hal ini sangat mungkin kalau kita lihat di tiap kelas masih sangat minim, sehingga ketika seorang guru mangkir mengajar , aktivitas belajar siswa pun terganggu.

Kasus lain yang sering kita temukan adalah minat membaca seorang guru sangat minim atau masih dalam kategori rendah . Ini bisa dilihat dari beberapa indikator diantaranya :
1.    sebagian besar guru hanya membaca buku paket yang menjadi pegangan mengajar
2.    sebagian besar guru tidak memiliki koleksi bahan bacaan secara mandiri
3.    sebagian besar guru mengakses bahan bacaan dari internet namun bukan untuk menambah wawasan bahan ajar.
4.    sebagian besar guru kurang tertarik berkunjung kepameran buku atau ke toko buku
5.    sebagian besar guru kurang menganggap penting memiliki buku untuk memperkaya wawasan  pembelajaran
6.    sebagian guru tidak membuka buku sumber saat membuat persiapan buku mengajar.

Tanpa bermaksud meremehkan guru, saya memberikan kesimpulan bahwa minat guru sangat minim. Fenomena rendahnya minat baca guru – giuru bukan karena faktor kemalasan saja tetapi karena sudah terjangkit virus sibuk urusan pribadi, hilangnya keteladanan dalam kerja keras,  kepercayaan diri dan kejujuran,  

Hingga detik ini , saya masih menganggap bahwa guru adalah sosok yang mulia. Maka bagi saya guru yang ideal para nabi, yang dengan penuh ketulusan dan cinta mengabdikan hidupnya untuk memperpaiki harkat hidup kaumnya. Para Nabi mengajar ajaran mulia dengan hatinya, sehingga semua ucapan yang keluar dari mulutnya mampu menghujam kedalam relung – relung jiwa
Karena alasan yang sama pula ,saya tidak bisa menghindari obrolan tentang sisi – sisi negatif guru yang sempat tertangkap oleh penglihatan lahir batin saya. Dan saya mengungkapkan disini sama sekali bukan dengan maksud melukai hati dan perasaan  mereka yang kebetulan tersinggung oleh tulisan saya, melainkan karena besarnya harapan saya kepada mereka sebagai ujung tombak pendidikan. Saya berharap  apa yang saya samapaikan disini dapat menggugah dan menginspirasi para guru untuk terus berjuang menciptkan perubahan yang positif.

ARSIP